Tumpang sari adalah penanaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan atau dengan satu interval waktu yang singkat, pada sebidang tanah yang sama. Tumpang sari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahuanan. Tumpang sari ditunjukan untuk memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya agar diperoleh produksi yang maksimum.
Sitem tumpang sari dapat dapat di atur berdasarkan
1. Sifat-sifat perakaran
2. Waktu penanaman
Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghidarkan persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam dapat di tumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Tanaman monocotyl yang bisanya memiliki perakaran yang dangkal karena berasal dari akar seminal dan akar buku.sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki perakaran yang dalam karena memiliki akar tunggang. Dalam pengaturan penanaman sistem pertania tumpang sari dilihat dari sifat-sifat perakarannya dapat di pandang dari perakarannya. Contoh pada tanaman jagung di tumpang sarikan dengan jeruk manis, karena jagung termasuk jenis tanaman yang memiliki perakaran dangkal sedangkan jeruk manis termasuk tanaman jenis perakaran dalam maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang terdapat didalam tanah.
Perlu diingat bahwa sistem pertanian tumpang sari selalu terdapat persaingan di atas (oksigen, CO2, suhu, kelembaban dan cahaya matahari) dan persaingan di bawah (unsur hara dan air). Sehingga perlu di atur sedemikian rupa agar tidak terlalu menggangu perkembangan tanaman yang di kukan tumpang sari.
Tumpang sari juga dapat di lakukan antara tanaman semusim dengan tanaman semusim lainya, misalnya antara kacang-kacangan dengan jagung. Jagung menghendaki nitrogen yang tinggi sedangkan kacang-kacangan tidak terlalu terganggu pertumbuhanya karena sediki terlindung oleh jagung. Kekurangan nintogen oleh jagung juga dapat terpenuhi oleh kacang-kacangan, karena kacang-kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas.
Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih. Dalam kehutanan hal ini disebut sebagai wana tani. Suatu konsep serupa juga diterapkan bagi budidaya padi dan ikan air tawar yang dikenal sebagai mina tani.
Pola penanaman tumpang sari dapat memaksimalkan lahan dibandingkan pola monokultur karena:
1. Hasil panen pada lahan tidak luas bisa beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman berbeda,
2. Petani mendapat hasil jual yang saling menguntungkan atau menggantikan dari tiap jenis tanaman berbeda dan,
3. resiko kerugian dapat ditekan karena terbagi pada setiap tanaman.
Penggunaan pupuk majemuk dalam tumpang sari lebih menguntungkan karena:
lebih murah dibandingkan dengan pupuk tunggal dan,pemakaiannya sekali.
Namun sistem teknologi model tersebut masih sedikit orang yang melaksanakannya.
Sumber : Dasar-dasar agronomi edisi revisi karya Prof. Dr. Hasan Basri Jumin, M.Sc tahun 2008, PT. Raja grafindo persada. Jakarta dan wikipedia.org
Sitem tumpang sari dapat dapat di atur berdasarkan
1. Sifat-sifat perakaran
2. Waktu penanaman
Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghidarkan persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam dapat di tumpang sarikan dengan tanaman yang berakar dangkal. Tanaman monocotyl yang bisanya memiliki perakaran yang dangkal karena berasal dari akar seminal dan akar buku.sedangkan tanaman dikotil pada umumnya memiliki perakaran yang dalam karena memiliki akar tunggang. Dalam pengaturan penanaman sistem pertania tumpang sari dilihat dari sifat-sifat perakarannya dapat di pandang dari perakarannya. Contoh pada tanaman jagung di tumpang sarikan dengan jeruk manis, karena jagung termasuk jenis tanaman yang memiliki perakaran dangkal sedangkan jeruk manis termasuk tanaman jenis perakaran dalam maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang terdapat didalam tanah.
Perlu diingat bahwa sistem pertanian tumpang sari selalu terdapat persaingan di atas (oksigen, CO2, suhu, kelembaban dan cahaya matahari) dan persaingan di bawah (unsur hara dan air). Sehingga perlu di atur sedemikian rupa agar tidak terlalu menggangu perkembangan tanaman yang di kukan tumpang sari.
Tumpang sari juga dapat di lakukan antara tanaman semusim dengan tanaman semusim lainya, misalnya antara kacang-kacangan dengan jagung. Jagung menghendaki nitrogen yang tinggi sedangkan kacang-kacangan tidak terlalu terganggu pertumbuhanya karena sediki terlindung oleh jagung. Kekurangan nintogen oleh jagung juga dapat terpenuhi oleh kacang-kacangan, karena kacang-kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas.
Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih. Dalam kehutanan hal ini disebut sebagai wana tani. Suatu konsep serupa juga diterapkan bagi budidaya padi dan ikan air tawar yang dikenal sebagai mina tani.
Pola penanaman tumpang sari dapat memaksimalkan lahan dibandingkan pola monokultur karena:
1. Hasil panen pada lahan tidak luas bisa beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman berbeda,
2. Petani mendapat hasil jual yang saling menguntungkan atau menggantikan dari tiap jenis tanaman berbeda dan,
3. resiko kerugian dapat ditekan karena terbagi pada setiap tanaman.
Penggunaan pupuk majemuk dalam tumpang sari lebih menguntungkan karena:
lebih murah dibandingkan dengan pupuk tunggal dan,pemakaiannya sekali.
Namun sistem teknologi model tersebut masih sedikit orang yang melaksanakannya.
Sumber : Dasar-dasar agronomi edisi revisi karya Prof. Dr. Hasan Basri Jumin, M.Sc tahun 2008, PT. Raja grafindo persada. Jakarta dan wikipedia.org
0 komentar:
Post a Comment