Pendidikan Islam
Pranatal (Dalam Kandungan)
Dalam pemahaman konvensional,
pendidikan anak paling awal disebut dengan istilah Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Ruang Lingkup PAUD dimulai dari sejak lahir sampai usia 8 tahun.
Dalam
ilmu pendidikan, PAUD terbagi menjadi empat tahapan yaitu infant atau bayi
(usia 0-1 tahun), toddler (2-3 tahun), preschool/ kindergarten children atau
anak usia TK (3-6 tahun), dan
early primary school (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Namun, dalam buku Prenatal Classroom (1992) karya F. Rene Van De Carr & Marc Lehrer dinyatakan bahwa pendidikan anak sebaiknya dimulai sejak dalam kandungan yang disebut dengan prenatal education (pendidikan sebelum lahir). Versi Bahasa Indonesia buku ini berjudul Cara Baru Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, diterbitkan oleh Penerbit KAIFA, Bandung, 1999.
early primary school (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Namun, dalam buku Prenatal Classroom (1992) karya F. Rene Van De Carr & Marc Lehrer dinyatakan bahwa pendidikan anak sebaiknya dimulai sejak dalam kandungan yang disebut dengan prenatal education (pendidikan sebelum lahir). Versi Bahasa Indonesia buku ini berjudul Cara Baru Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, diterbitkan oleh Penerbit KAIFA, Bandung, 1999.
Pendapat Van De Carr & Mark
Lehrer di atas diperkuat oleh William Sallenbach (1998) yang menyimpulkan bahwa
periode pranatal atau pralahir merupakan masa kritis bagi perkembangan fisik,
emosi dan mental bayi. Ini adalah suatu masa di mana kedekatan hubungan antara
bayi dan orangtua mulai terbentuk dengan konsekuensi yang akan berdampak
panjang terutama berkaitan dengan kemampuan dan kecerdasan bayi dalam
kandungan.
***
Islam memperkuat pandangan
perlunya pendidikan pranatal. Tidak hanya itu, pendidikan pranatal menurut
Islam harus dimulai dari sejak sebelum terciptanya janin. Yakni, bahwa (a)
penciptaan janin harus berasal dari pasangan yang sah. Bukan hubungan
perzinahan (QS Al Isra’ 17:32); (b) dalam melakukan hubungan biologis,
hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan baca bismillah; (c) setelah
terjadinya proses nuthfah (sperma), berlanjut menjadi ‘alaqah dan kemudian
mudghah (segumpal daging) (QS Al Mu’minun 23:12-14), maka dimulailah kehidupan
seorang anak dalam rahim. Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan
sang ibu, sebagai guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih
dalam kandungan.
Pertama, berfikir positif. Ibu
yang berfikir positif membantu janin belajar lebih baik di dalam rahim. Basis
lingkungan sosial janin adalah sang ibu. Dan pendidikan yang benar dimulai
dengan ibu yang sehat dalam segala hal. Untuk itu kondisi fisik dan kejiwaan
sang ibu harus prima selama mengandung.
Kedua, sering bersenandung
mengagungkan asma Allah dan memperdengarkan musik bernuansa Islami agar anak
terdidik mengenal Allah sejak dini. Memperdengarkan musik klasik juga dapat
menstimulasi kecerdasannya dan bahkan dapat mempertinggi kemampuan pengembangan
bahasanya kelak.
Ketiga, hindari situasi
tertekan karena kondisi ini bisa meningkatkan level hormon janin pada tahap
yang dapat memblokir proses kemampuan pembelajaran pralahir.
Keempat, carilah kegiatan
belajar sendiri. Apapun itu. Walaupun janin tidak akan belajar secara langsung
dari aktifitas sang ibu, akan tetapi perilaku mental ibu yang sehat akan
menjadi kenyamanan dan keamanan tersendiri bagi janin dan hal itu akan
memberinya fondasi perilaku yang positif terhadap pembelajaran setelah dia
lahir.
Peran (calon) ayah dalam hal
ini tidak kalah pentingnya. Karena tidak sedikit perilaku mental (calon) ibu
yang tertekan ditimbulkan oleh perilaku ayah yang kurang menunjukkan dukungan
moral pada ibu yang sedang mengandung. Istri yang hamil secara fisik umumnya
kurang fit. Adalah tugas suami untuk memberi dukungan penuh untuk menjamin
kondisi mental istri dalam kondisi stabil sampai janin lahir ke dunia.
Apabila segala usaha sudah
dijalankan secara maksimal (QS Al Anfal 8:60), maka tawakkal adalah pola pikir
paling positif yang disukai Allah (QS Ali Imron 3:159) sambil menunggu
kelahiran sang buah hati.[
0 komentar:
Post a Comment